Thursday, September 22, 2011

Cara menjemput rezeki yang halal.

Cara menjemput rezeki yang halal. Oleh karena itu lupakan rezeki yang haram. Buat apa? Sebab yang halal saja banyak jika kita mahu berusaha. Orang yang mengatakan "Yang haram saja susah, apalagi yang halal" adalah orang yang sudah putus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya, rezeki Allah tidak akan habis meskipun semua manusia kaya raya dengan cara halal. Di antara hal yang tidak kalah penting agar keberkahan dapat kita wujudkan pada rezeki kita ialah dengan menempuh hidup berhemat dan sederhana. Kita membelanjakan harta kekayaan dengan penuh tanggung jawab. Dengan demikian, tidak ada sedikitpun dari harta kita yang dibelanjakan dalam hal yang kurang berguna atau sia-sia, apalagi diharamkan.


"Janganlah kamu merasa, bahwa rezekimu terlambat datangnya, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga telah datang kepadanya rezeki terakhir (yang telah ditentukan) untuknya, maka tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, yaitu dengan mengambil yang halal dan meninggalkan yang haram."
(HR. Ibnu Majah, Abdurrazzaq, Ibnu Hibban, dan al-Hakim, serta dishahihkan oleh al-Albani).

"Andaikata engkau ber-tawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, niscaya Allah akan melimpahkan rezeki-Nya kepadamu, sebagaimana Allah melimpahkan rezeki kepada burung, yang (setiap) pagi pergi dalam keadaan lapar dan pada sore hari pulang ke sarangnya dalam keadaan kenyang."
(HR. Ahmad, dan lain-lain).

Sesungguhnya Allah yang memberikan rezeki seluruh makhluk-Nya, baik yang kecil maupun yang besar termasuk manusia didalamnya. Tidak ada satu pun makhluk yang terlewat dari mendapatkan rezeki dari-Nya dan semua itu tidak akan pernah mengurangi kekayaan-Nya sedikit pun, sebagaimana firman-Nya :

  “Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya dan dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Huud : 6).


Setiap manusia tidak perlu merasa khawatir akan rezekinya karena itu semua sudah ditetapkan Allah swt ketika dirinya masih berupa janin didalam perut ibunya. Allah swt telah menentukan dan membatasi rezeki seseorang dan tidak akan pernah diambil oleh orang lain. Seandainya setiap manusia menyadari akan hal ini tentulah hatinya akan merasa tenang terhadap rezekinya. Dengan demikian tidak sepantasnya bagi seorang muslim untuk mencarinya dengan cara-cara yang tidak dihalalkan, sebagaimana sabda Rasulullah saw,

”… Bertakwalah kepada Allah dan perindahlah didalam mencari (rezeki). Janganlah keterlambatan rezeki menjadikanmu mencarinya dengan bermaksiat kepada Allah. Sesungguhnya Allah tidaklah memberikan apa yang ada disisi-Nya kecuali dengan ketaatan kepada-Nya.”
(HR. Ibnu Hibban, Ibnu Majah, Hakim dan yang lainnya dengan lafazh yang sejenis).

Allah membentangkan rezeki seluruh makhluk-Nya dan menentukan kadar atau ukuran yang diterima masing-masing mereka, sebagaimana firman-Nya :

  “Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (QS. Ar Ra’du : 26)

Allah yang melapang atau menyempitkan, mengangkat atau merendahkan, memberikan dan menahan rezeki seseorang. Dia mengayakan dan mencukupkan rezeki siapa saja yang dikehendaki-Nya dan Dia juga memiskinkan dan tidak memberikan kecukupan rezeki siapa saja yang dikehendaki-Nya dan semua itu berjalan atas hikmah dan keadilan-Nya. Dia Maha Mengetahui siapa-siapa yang berhak mendapatkan kelebihan rezeki dan menjadi kaya dan siapa-siapa yang berhak atas kekurangan rezeki dan menjadi faqir. Adanya orang-orang miskin dan adanya orang-orang fakir adalah sunatullah didalam kehidupan manusia demi keberlangsungan kehidupan itu sendiri, sebagaimana firman Allah swt :

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? kami Telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami Telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Az Zukhruf : 32)

“Dan dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (QS. Al An’am : 165)

Sesungguhnya dilebihkannya rezeki seseorang bukanlah berarti bahwa orang itu lebih dimuliakan dan diutamakan oleh Allah swt dari orang yang tidak mendapatkan kelebihan rezeki. Betapa kita telah menyaksikan banyak orang-orang musyrik, kafir para pelaku kemaksiatan yang memiliki harta banyak bahkan melimpah sementara tidak sedikit orang-orang shaleh yang tidak memiliki banyak harta bahkan hidup dengan penuh kekurangan harta benda atau miskin. Dan tidak jarang semakin bertambah kekufuran dan kemaksiatan orang-orang kafir justru semakin ditambah harta benda dan kenikmatan dunianya oleh Allah swt hingga sampai batas yang telah ditentukan kemudian Allah timpakan kepada mereka adzab-Nya, sebagaimana firman-Nya :

“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al An’am : 44)

Jika didalam permasalahan harta benda ini seseorang melihat kepada orang lain yang lebih kaya maka tidak akan pernah menghasilkan sifat syukur kepada Sang Pemberi nikmat dan yang ada justru kekufuran, berprasangka buruk kepada-Nya dan menyesali berbagai amal shaleh yang telah dilakukannya karena beranggapan bahwa itu semua tidak memberikan perubahan apa-apa didalam kehidupannya. Oleh karena itu didalam permasalahan ini hendaklah seseorang melihat kepada orang yang lebih kekurangan dari dirinya, sebagaimana hadits Rasulullah saw,”Lihatlah orang yang lebih dibawah dari kalian dan janganlah kalian melihat orang yang lebih diatas dari kalian sementara ia adalah orang yang berhak. Dan janganlah kalian menghinakan nikmat Allah kepada kalian.”  (HR. Muslim)

Rasa syukur atas segala nikmat Allah yang diberikan kepadanya betapa pun kecilnya merupakan sarana mendapat keredhoan-Nya dan menjadikan orang itu berhak untuk mendapatkan tambahan rezeki dari-Nya.

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim : 7)

Dan diantara hikmah keberadaan orang-orang kaya disamping orang-orang miskin adalah sebagai ujian bagi mereka terhadap nikmat yang diberikan kepada mereka. Allah swt ingin menguji orang yang kaya dengan kekayaan dan harta bendanya untuk kemudian menanyakan mereka tentang rasa syukurnya terhadap itu semua begitu juga dengan kefakiran yang diberikan Allah kepada seseorang adalah sebagai ujian baginya untuk kemudian menanyakannya akan kesabarannya terhadap kekurangan itu. Tentunya kehidupan manusia berdiri diatas perbedaan, diantara perbedaan itu adalah adanya orang-orang kaya dan disisi lain adanya orang-orang miskin. Kehidupan tidak akan berjalan ketika seluruhnya adalah orang kaya atau seluruhnya adalah orang miskin. Untuk itu hubungan diantara mereka adalah hubungan yang saling membutuhkan demi menjaga keberlangsungan kehidupan di dunia.

Jangan Merasa Takut Tidak kesampaian Rezeki

“Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. Maka demi Tuhan langit dan bumi, sesungguhnya apa yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan.”  (QS Adz-Dzariyat [51]:22-23)

Rezeki adalah sumber kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, ada sebagian manusia yang walaupun rezekinya pas-pasan namun kehidupannya bahagia dan tenang (sakinah) karena mereka memiliki pemahaman yang benar tentang rezeki. Sementara tidak sedikit yang sebaliknya, gelisah, frustasi, bahkan mengalami penyimpangan aqidah karena kesalahan pemahaman tentang hakikat rezeki.

Dahulu ulama salaf berkata, “Tidaklah jiwa seseorang dirundung oleh rasa gundah, karena memikirkan piutang yang tidak kuasa ia bayar, melainkan perasaan itu menjadikannya tidak kuasa untuk berpikir dengan jernih." (Fathul Bari oleh Ibnu Hajar al-Asqalani, 11/174). Penjelasan mengenai rezeki dari Al-Qur’an:


Rezeki adalah sesuatu yang menjadi kepastian yang telah ditetapkan Allah Swt sehingga mustahil ada makhluk yang dapat hidup tanpa rezeki yang ditetapkan Allah Swt untuknya.

 “Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allahlah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
(QS Al-Ankabut [29]:60)
   
Rezeki tidak akan datang bila kita melakukan pelanggaran atau maksiat kepada Allah Swt. Bila ternyata kita melakukannya namun banyak mendapat rezeki, itu adalah istidraj  “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS Al-An’am [6]:44) (penguluran dari Allah Swt, tetapi kemudian akan dijatuhkan secara sangat menyakitkan dan mungkin tiba-tiba) dan tak akan pernah memberikan kenikmatan dan kebahagiaan bagi manusia yang memilikinya.
   
    Rezeki akan dimudahkan  Allah Swt dengan melakukan berbagai amal shalih dan ketaqwaan.
    “Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.
Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan
bagi tiap-tiap sesuatu”. (QS Ath-Thalaq [65]:2-3)
   
Rezeki adalah hak prerogatif mutlak Allah Swt dan urusan manusia hanyalah berusaha sehingga pantas bila kita memohon rezeki hanya kepada Allah Swt semata. “Kepunyaan-Nya lah perbendaharaan langit dan bumi, Dia melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan(nya). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.”  (QS Asy-Syura [42]:12)
   
Rezeki adalah sesuatu yang telah ditentukan kadarnya. Tidak akan berkurang karena kita dekat dengan Al-Qur’an, dan tidak akan bertambah bila kita jauh dari Al-Qur’an. Kita mestinya yakin bahwa semakin dekat kita kepada Allah Swt dan Al-Qur’an maka insya Allah akan dimudahkan rezeki oleh-Nya.

Kaitan antara rezeki dengan aktivitas berinteraksi dengan Al-Qur’an seringkali merupakan sesuatu yang dibuat-buat oleh manusia. Penyebabnya mungkin karena kurangnya sifat zuhud dan qonaah sehingga proses dan interaksi tersebut menjadi sangat memberatkan dan melelahkan jasmani dan rohani. Kita dapat belajar dari sekeliling kita, rezeki manusia sepenuhnya ada di tangan Allah Swt, akan diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, tanpa pandang pendidikan, jabatan, dsb.

Keyakinan tersebut akan muncul bila kita berada dalam ketaatan kepada Allah Swt. Bagi yang berdawkah di jalan Allah atau menjadi penghafal Al-Qur’an, tak ada kaitan antara perananya tersebut dengan luas dan sempitnya rezeki. Perasaan manusia dalam urusan rezeki sering dikotori godaan syaitan. Kuncinya: “bersabarlah”.

No comments:

Post a Comment